Dzaky 2020

Aku orang yang percaya, bahwa laki-laki dan perempuan tidak mungkin bisa bersahabat tanpa melibatkan perasaan. Kalau ada orang yang tidak setuju, atau ada dari kalian yang tahu siapa orangnya, bawa dia ke hadapanku. Biar ku ajari dia apa itu cinta, dan mengapa ia suka sekali  datang tiba-tiba.


Malam ini aku duduk di sebuah kursi kayu berwarna coklat kehitaman di salah satu cafe di daerah Dago Pakar. Desainnya yang minimalis dengan dominasi kayu pada interiornya menambah kesan nyaman bagi siapapun yang ingin berkunjung kesini. Ditambah lagi pengunjung yang datang ke cafe ini akan disambut oleh 3 kucing manis berwarna putih yang memang menjadi hewan peliharaan pemilik dari tempat itu.


Saat ini, jam sudah menunjukkan pukul 20:50. Waktu yang tepat bagi sebagian orang untuk berbagi keluh kesahnya sambil sesekali menyeruput segelas kopi susu hangat yang susunya diaduk sendiri. Ditambah lagi, cuaca diluar sedang sendu-sendunya, ada hujan ringan disertai dengan petir yang bersuara kecil, seolah-olah dia malu untuk menunjukkan eksistensinya, dia tak mau banyak orang menyadari kehadirannya.


"DUARRR!" tiba-tiba suara petir menyambar begitu kerasnya persis di samping jendela tempat aku melarutkan lamunan malam itu. Tampaknya, langit malam ini tak merelakan aku untuk kembali bersendu sambil mengingat kenangan di masa lalu. 


.......


Aku mengenalnya sebagai kakak tingkat di jurusan yang sama denganku, kewirausahaan. Kami berdua pertama kali bertemu lewat platform google meet, dimana aku sedang diwawancarai sebagai syarat untuk mendaftar sebagai anggota himpunan, dan kebetulan dia yang mewawancarai ku.


Perkenalan kami berlanjut saat aku memutuskan untuk melewati masa kuliah online di Bandung, tempat aku biasa menyendiri dan menjauh dari peranku di rumah yang dirasa malah merepotkan kedua orang tua ku. 


‘Wah kesiangan,’ seruku di suatu pagi, saat melihat sinar mentari yang sedang bersusah payah masuk menembus gorden berwarna coklat di kamar ku. ‘Jam berapa sekarang,’ gumamku sambil berusaha meraih handphone yang terletak di sebelah kanan kasur. 


“Sini ke Kanay (salah satu cafe di Bandung), aing bayarin”. Begitulah kalimat notifikasi dari direct message di Instagram yang muncul saat aku memencet tombol on di HP untuk melihat jam di hari itu. Seperti dia tau, aku sedang berada di Bandung.


‘Hah ini siapa?...” lanjutku bergumam sambil berusaha memicingkan mata setengah sadar.….. ‘HAH INI KAN KATING GUE, SERIUSAN??’


Aku langsung loncat dari kasur, bergerak cepat menuju kamar mandi untuk mengambil air wudhu dan segera sholat subuh karena jam sudah menunjukkan pukul 06.47. 


Kami bertemu siangnya di cafe yang sudah kami sepakati, Kanay. ‘Oh ini orangnya.’ kataku dalam hati. “Halo kak, aku Dzaky” sapaku begitu kami bertemu. “Halo Zak,” balasnya.

Begitulah awal pertemuan kami, itulah awal kisah yang akan kutulis ini bermula.


……..


"Zak, besok siang sebelum kita ke Punclut, mau ikut gue gak ke pasar cikapundung, gue mau benerin kamera gua." Ajaknya melalui fitur direct message di Instagram 2 hari setelah pertemuan kami yang pertama. Suara dering notifikasinya masih terbayang jelas di kepalaku, seolah memaksaku untuk mengingat kembali kejadian hari itu. Aku memang sudah janjian dengannya untuk pergi bersama ke Punclut, menikmati waktu bersama di penghujung hari sambil menyaksikan matahari yang perlahan tapi pasti mulai terbenam. Setidaknya, itulah yang terbayang di kepalaku ketika mendengar kata “Punclut”


"Ayo gue temenin, jam berapa?" jawabku begitu antusias setelah melihat running text di tampilan home layar HP.


"Jam 11 yaa, janjian di circle K Braga" katanya lewat fitur chat di Instagram.


"Okee, see you" kataku untuk menutup chat di hari itu.


Aku kembali merebahkan tubuhku di atas kasur sambil memikirkan besok aku harus pakai baju apa, kaos warna apa yang harus aku kenakan, sepatu kuning atau biru, hingga parfum apa yang harus aku semprotkan pada jaketku besok.


'Ah sudahlah, besok juga pasti kepikiran. Malam ini aku harus tidur, biar besok pagi aku bisa bangun dan sempat berolahraga sebelum matahari mulai terik' gumamku malam itu sebagai kalimat penutup yang menandakan mataku sebentar lagi akan terpejam. Malam itu, aku tidur dengan nyenyak.


Keesokan harinya, semua berjalan persis seperti rencana, aku menunggu di Circle K sambil menjilati ice cream Paddle Pop Rainbow dan terus asyik membaca tweet-tweet aneh yang muncul di halaman beranda. 


Selang beberapa menit, ada suara lirih yang memanggil namaku. “Dzak, ayo” serunya dari jarak beberapa langkah dari tempatku duduk. Aku segera berdiri dan bergegas menuju ke tempat dia berdiri dan berjalan menuju Pasar Cikapundung bersama, berdua.


Dan seperti itulah hari itu berjalan, rasanya aku ingin memiliki kekuatan super untuk menghentikan waktu. Aku tidak mau hari ini berakhir. Maksudku, aku tidak mau momen ini berakhir. 


Pasca hari itu, pertemanan kita semakin erat, kita semakin terbuka untuk saling menceritakan kejadian lucu, sedih, hingga bahkan luka-luka yang sudah lama terkubur.


…………..


Ku kira kisah ini akan berjalan dengan mulus, seperti cerita-cerita yang selama ini ku baca di novel romantis, atau seperti kisah cinta di film drama yang seringkali ku tonton sendirian di bioskop.


Tapi malam ini tampak berbeda, kulihat ia sedang melepas rindu dengan seseorang. Terlihat jelas dari pelukan yang diberikan keduanya yang tampak tulus dan saling mengisi. Padahal baru saja aku mulai berani membuka hati, mempersilahkan siapapun yang ingin masuk, entah untuk menetap atau singgah. Dan ternyata benar apa yang dikatakan Rintik Sedu “Jika laki-laki dan perempuan bersahabat, ujian terberatnya adalah perasaan”


Oh jadi begini rasanya, mencintai seseorang, tapi gak berani bilang, karena kalau kita bilang, kita akan kehilangan teman.

 

Iya, aku menyadarinya, aku menyadari bahwa aku bukan yang pertama, bukan juga yang utama, tapi yang terpenting bagiku sekarang, dia sedang tersenyum disana…


bersambung

Komentar

Posting Komentar

Postingan Populer